ADA sisi menarik dari Serabi Kalibeluk. Kudapan empuk dari Desa Kalibeluk, kecamatan Warungasem, Batang ini memiliki nilai sejarah legenda yang unik. Dan menjenguk Desa Kalibeluk rasanya belum sempurna kalau tidak mencicipi serabi dan cari tahu asal-usulnya.
Jika menyusuri lorong-lorong jalan di perkampungan itu akan banyak dijumpai rumah sekaligus warung. Untuk menandai di tempat itu sebagai perajin serabi mudah saja. Jika ada rumah yang jendelanya terbuka lebar dan ada ibu-ibu sedang duduk di depan tungku pastilah itu rumah perajin serabi.
Proses pembuatan serabi menggunakan peralatan sederhana. Adonan kental dituang dalam wajan tanah di atas tunggu. Ini merupakan daya tarik tersendiri. Para pembeli bisa datang langsung ke kampung Kalibeluk sambil melihat proses pembuatannya, atau cukup membeli di pasar tradisional.
Bagi masyarakat, menyantap serabi di pagi hari sama dengan sarapan, karena makan satu biji saja perut sudah terasa kenyang. Harganya pun terjangkau, satu linting (tangkep) cuma Rp 2.000. Begitulah ciri khas jajanan tradisional, murah dan mengenyangkan.
Memang, bagi warga Kalibeluk membuat serabi itu merupakan usaha tradisional warisan nenek moyang. Kesan tradisionalnya sangat kelihatan, terutama dari proses pengolahannya. Bahan-bahan yang digunakan juga mudah didapat di daerah sekitar yakni beras, kelapa, dan gula jawa.
Orang mungkin akan berpikir dan bertanya, mengapa serabi Kalibeluk bisa terkenal dan digemari masyarakat. Padahal yang namanya serabi di mana-mana sama saja, dari bahan-bahan yang disediakan sampai proses pengolahannya.
Yang membedakan antara serabi Kalibeluk dengan serabi-serabi lainnya barangkali hanya pada unsur kesejarahan dan trade mark yang sudah kelewat melekat di benak publik sehingga menimbulkan kesan istimewa.
Terjadi semacam proses ”legitimasi” dalam budaya kuliner yang menimbulkan fanatisme masyarakat dalam memilih jajanan.
Legenda
Serabi Kalibeluk jadi legenda dan disukai banyak orang bukan hanya karena keempukan dan kelezatannya saja, tetapi karena ada cerita unik di belakangnya. Tidak jelas sejak kapan masyarakat Kalibeluk menekuni usaha pembuatan serabi. Tetapi dari legenda yang ada, usaha pembuatan serabi ini sudah ada sejak zaman Mataram.
Dikisahkan, dahulu di desa Kalisalak ada seorang gadis cantik bernama Dewi Rantansai yang hendak dipersunting Sultan Mataram.
Maka diutuslah orang kepercayaan Sultan bernama Bahureksa untuk menemui Dewi Rantansari untuk melamarnya. Namun setelah bertemu Dewi Rantansari, ternyata Bahureksa berubah pikiran. Dirinya justru jatuh cinta pada Dewi Rantansari dan berniat mempersuntingnya untuk diri sendiri.
Untuk mengelabuhi Sultan, maka Bahureksa membuat rekayasa dengan menyuruh gadis lain yang kecantikannya setara dengan Dewi Rantansari. Dipilihlah Endang Wiranti, anak penjual serabi dari desa Kalibeluk. Gadis cantik itu disuruh menemui Sultan Mataram dengan menyamar sebagai Dewi Rantansari.
Sultan Mataram menerima Endang Wiranti dengan senang hati, tetapi Endang Wiranti tidak kuasa membohongi hati nuraninya sampai akhirnya pingsan.
Setelah siuman Endang Wiranti mengakui jati diri yang sebenarnya. Lantaran kejujurannya, maka Sultan Mataram menyuruh Endang Wiranti pulang ke desanya dan menghadiahi sejumlah uang agar bisa meneruskan usaha orang tuanya berjualan serabi di desa Kalibeluk.
Cerita legenda tersebut sudah terpatri kuat dalam ingatan masyarakat Batang. Tokoh legenda Endang Wiranti diyakini benar-benar pernah ada dan menjadi representasi pedagang serabi di desa Kalibeluk.
Pesan moral yang didapat dari tokoh Endang Wiranti adalah kejujuran dan kesederhanaan, yang merupakan mutiara sangat berharga dari hidup. Lantaran kejujuran inilah Endang Wiranti mendapatkan hadiah dan bisa meneruskan usaha orang tuanya berjualan serabi. Dari sinilah tradisi pembuatan serabi kian berakar dalam kehidupan masyarakat Kalibeluk.
Cerita sentimentil itu memang tidak terlalu penting. Persoalan saat ini adalah bagaimana mengupayakan agar usaha serabi di desa Kalibeluk bisa berkembang dan mampu menyejahterakan masyarakatnya. Tidak hanya hebat dalam hal promosi dan reputasi.
Selama ini serabi Kalibeluk sudah kondang di mana-mana karena telah dipromosikan lewat berbagai event. Pemkab Batang lewat Kantor Pariwisata pernah mengajak para penjual serabi menggelar dagangannya di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta pada saat kontingen kesenian Batang tampil di Anjungan Jateng.
Uluran tangan juga datang dari Kantor Perindustrian dan Perdagangan dengan memberinya mesin pembuat tepung dan parutan kelapa. Bahkan Bupati Bambang Bintoro juga ikut cawe-cawe, sekali waktu memesan serabi Kalibeluk untuk menjamu tamu-tamunya dari luar kota.
Namun dari pengakuan para produsen serabi, kesulitan yang selama ini dirasakan adalah soal pemasaran. Inilah penyebab industri rumah tangga itu sulit berkembang. Maka diperlukan strategi pemasaran yang jitu dengan manajemen yang lebih profesional.
Memang, namanya kue serabi harus habis dalam waktu sehari. Kalau sampai bobor (tidak habis) maka pedagang akan rugi. Inilah barangkali kendala paling menyusahkan.
Source : Suara Merdeka
Source : Suara Merdeka
Post a Comment